"Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran
dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban
sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan." -1Samuel15:24
Saul adalah orang yang Tuhan pilih sendiri. Bahkan
kemudian mengangkat dan mengurapinya. Dengan kata lain, perkenan Tuhan ada atas
hidupnya. Tapi tentang Saul, Tuhan berkata, "Aku menyesal, karena Aku
telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (ay.11).
Saya sebut ini sebagai 'Sindrom Saul'. Apakah itu?
Saul berbuat kesalahan yang fatal ketika ia memilih
untuk tidak taat. Saat Tuhan menyuruh dia memusnahkan seluruh bangsa Amalek
& ternak-ternaknya, dia malah menyisakan nyawa raja Agag & ternak-ternak
Amalek yang terbaik. Inilah kesalahan-kesalahan Saul: kesombongannya membuat
dia menawan Agag untuk dipamerkan, ketamakannya membuat dia menjarah ternak-ternak
itu. Hati-hati rekan-rekan hamba Tuhan, janganlah kita menjadi sombong karena
pengurapan Tuhan yang ada atas kita. Dan jangan menjadi tamak hingga matamu buta karena uang yang melimpah dalam pelayanan kita.
Dan yang paling fatal dari Saul adalah; dia tidak
segera mengakui dan bertobat dari kesalahannya saat Nabi Samuel menegurnya.
Sebaliknya, dia malah berkata bahwa jarahan itu mau dipersembahkan sebagai
korban buat Tuhan. Di pasal 13 pun dia berdalih yang sama ketika ia membakar
korban buat Tuhan demi mendapatkan dukungan dari rakyatnya yang hendak
berperang. Dengan kata lain, dia tidak bergegas bertobat dari kesalahannya, dan
malah berdalih dibalik alasan-alasan rohani. Dia menutupi ketidaktaatannya dgn
berbagai aktivitas rohani. Ini berbahaya. Ini hanya akan membuat hati nurani
makin tumpul & degil. Dan dimata Tuhan, dosa ketidaktaatan ini sangat
serius (ay.23)! Dan di ayat 24 kita dapat melihat motivasi Saul; ia lebih mementingkan pendapat manusia daripada Tuhan tentang dirinya.
Fatal akibatnya, karena kemudian Tuhan mencabut
perkenanNya atas Saul dan menolaknya dan memberikan kepercayaanNya kepada orang
lain.
Penulis:
Pendeta Assaf Imanuel